Anehnya negeri ini adalah, sebagian besar penduduknya Muslim, tapi
negaranya jarang sekali memperhatikan perasaan mayoritas, sebaliknya
sangat peduli dengan yang minoritas
Malah, lebih peduli pada minoritasnya dan akhirnya menyebabkan yang mayoritas jadi tertindas, bahasa kerennya, tirani minoritas atas mayoritas, yang banyak harus mengalah
Malah, lebih peduli pada minoritasnya dan akhirnya menyebabkan yang mayoritas jadi tertindas, bahasa kerennya, tirani minoritas atas mayoritas, yang banyak harus mengalah
Persis seperti kecelakaan
yang melibatkan mobil dan motor, kaidah yang dipakai "yang besar pasti
yang salah", ini kesalahan berpikir, dan kesehariannya kita lihat di
negeri kita
Bagaimana bisa, saat perayaan satu agama minoritas tertentu, tapi seluruh ummat Muslim diminta berpartisipasi? Bila tidak lalu dituduh anti-bhinneka, anti NKRI, tidak toleran
Bagaimana bisa, saat para ulama memberikan arahan pada ummat Muslim untuk tidak terlibat apapun dalam perayaan agama lain, lantas pejabat negara ada yang merasa terganggu?
Inilah toleransi kebablasan, saat adil itu dianggap sama rata, "Kita harus mengucap natal, pake atribut mereka, sebab mereka juga ucap lebaran dan pakai atribut juga ketika lebaran"
Campuraduk agama, padahal kerukunan ummat beragama itu ada ketika kita memahami agama masing-masing dan tidak memaksa orang lain ikut agama kita, dan itulah Islam
MUI adalah para ulama yang memahami agama, dan Islam adalah aturan dunia akhirat, harusnya keputusan ulama itulah yang jadi standar toleransi, yaitu bagimu agamamu bagiku agamaku
Apa yang tak bisa ditawar dalam Islam? Itulah aqidah. Maka mengakui, mengikuti, berkontribusi, menmberi selamat pada perayaan ibadah agama lain, jelas haram dalam Islam
Saya sih, sadar diri bahwa ilmu saya jauh dari ulama, maka saya ikut saja keputusan ulama. Entah mereka yang masih membantah, sebab bila sudah tentang aqidah, kita harus ekstra hati-hati
Toleransi kita sederhana, lakum diinukum wa liya diin, harusnya mereka yang merasa tak enak kalau memaksa kita ikut dalam perayaan mereka, bukan kita yang merasa begitu
Makasi videonya Hijab Alila, manfaat sekali dalam menyederhanakan ide tentang toleransi dalam Islam, #BagimuAgamamuBagikuAgamaku
Thanks Ustadz Felix Siauw
Bagaimana bisa, saat perayaan satu agama minoritas tertentu, tapi seluruh ummat Muslim diminta berpartisipasi? Bila tidak lalu dituduh anti-bhinneka, anti NKRI, tidak toleran
Bagaimana bisa, saat para ulama memberikan arahan pada ummat Muslim untuk tidak terlibat apapun dalam perayaan agama lain, lantas pejabat negara ada yang merasa terganggu?
Inilah toleransi kebablasan, saat adil itu dianggap sama rata, "Kita harus mengucap natal, pake atribut mereka, sebab mereka juga ucap lebaran dan pakai atribut juga ketika lebaran"
Campuraduk agama, padahal kerukunan ummat beragama itu ada ketika kita memahami agama masing-masing dan tidak memaksa orang lain ikut agama kita, dan itulah Islam
MUI adalah para ulama yang memahami agama, dan Islam adalah aturan dunia akhirat, harusnya keputusan ulama itulah yang jadi standar toleransi, yaitu bagimu agamamu bagiku agamaku
Apa yang tak bisa ditawar dalam Islam? Itulah aqidah. Maka mengakui, mengikuti, berkontribusi, menmberi selamat pada perayaan ibadah agama lain, jelas haram dalam Islam
Saya sih, sadar diri bahwa ilmu saya jauh dari ulama, maka saya ikut saja keputusan ulama. Entah mereka yang masih membantah, sebab bila sudah tentang aqidah, kita harus ekstra hati-hati
Toleransi kita sederhana, lakum diinukum wa liya diin, harusnya mereka yang merasa tak enak kalau memaksa kita ikut dalam perayaan mereka, bukan kita yang merasa begitu
Makasi videonya Hijab Alila, manfaat sekali dalam menyederhanakan ide tentang toleransi dalam Islam, #BagimuAgamamuBagikuAgamaku
Thanks Ustadz Felix Siauw
0 komentar:
Post a Comment